Seperti diketahui, saat ini yang menjadi standard dari TCP/IP adalah Internet Protocol versi 4 atau yang lebih dikenal dengan IPv4. IPv4 menggunakan data selebar 32 bit, dengan data sebesar 32 bit itu dapat mengalamatkan paling banyak 2^32 (dua pangkat tiga puluh dua) buah perangkat. Atau paling banyak sebanyak 4.294.697.296 buah perangkat aktif di internet. Perangkat disini bias berupa pc, notebook, printer, HP, router, dan alat-alat lainnya yang terkoneksi dengan jaringan global TCP/IP.
Di masa mendatang kecenderungan pemakaian IP secara besar-besaran akan terjadi. Contohnya di jepang alat-alat rumah tangga memiliki alamat IP masing-masing agar dapat saling berkomunikasi. Selain itu, tren peningkatan pengguna internet aktif sedang marak di berbagai Negara. Berdasarkan data di Internet Usage Statistics data per-tanggal 9 maret 2010 menunjukkan hanya 25.6% saja dari populasi penduduk dunia yang menggunakan/terjangkau internet. Artinya masih butuh sekitar 3 kali jumlah IP yang sudah digunakan saat ini agar seluruh populasi dunia terkoneksi dengan internet.
Kesadaran akan habisnya alokasi IPv4 ini mendorong para ahli untuk menciptakan IPv6 pada tahun 1996.
Secara umum IPv6 menyediakan alokasi alamat IP yang lebih banyak dibanding IPv4 yaitu sebanyak 2^128 (dua pangkat seratus dua puluh delapan)
atau sama dengan 340.282.366.920.938.463.463.374.607.431.768.211.456 buah IP Address!!!
Selain dari segi jumlah, IPv6 juga unggul dalam beberapa hal dari IPv4 yaitu:
- Lebih secure
- Serverless
- Hirarki addressnya jelas sehingga memudahkan routing
Kendala Impelementasi IPv6
Walaupun “kematian” IPv4 adalah suatu keniscayaan, tapi untuk mengimplementasikan atau paling tidak men-sosialisasikan IPv6 adalah suatu hal yang sulit karena IPv4 dan IPv6 adalah dua network yang terpisah satu dengan yang lainnya. Jadi kita harus benar-benar berpindah bila ingin menggunakan keuntungan-keuntungan dari IPv6. Selain itu, saat ini (khususnya di indonesia) belum ada kebutuhan untuk IPv6. Artinya, IPv4 masih mampu memenuhi kebutuhan di Indonesia. Sepertinya orang Indonesia baru sadar ketika tuntutan kebutuhan itu semakin mepet, sekarang-sekarang belum sadar makanya persiapan untuk menghadapi kebutuhan tersebut masih minim.
Untuk menunda sementara penggunaan IPv6, saat ini digunakan NAT (Network Address Translation). Bahkan saat ini pun, kita mungkin sedang menggunakan IP yang di-NAT. Coba lihat apakah IP yang kita gunakan 192.168.xxx.xx atau 10.xxx.xxx.xxx atau 172.16.xxx.xx sampai 172.31.xxx.xxx? Jika benar, maka kita pasti sedang menggunakan NAT.
Teknisnya, NAT ini menggandakan 1 IP Address menjadi maksimal 65.535 IP yang baru. Cukup ampuh digunakan untuk koneksi di sisi client, tapi tetap NAT tidak akan bisa menggantikan kebutuhan IPv4 yang aktif di Internet.
Memang saat ini IPv4 masih mampu memenuhi kebutuhan kita akan alamat IP, dibantu juga dengan NAT sehingga memperpanjang “nafas” IPv4. Namun cepat atau lambat IPv4 ini akan habis dan untuk itu diperlukan IPv6 menggantikan IPv4 sebagai standard di Internet.
Alangkah eloknya jika Indonesia mempersiapkan diri untuk “menyambut” kedatangan IPv6. Tentunya pemerintah sebagai regulator harus sering men-sosialisasikan IPv6 khususnya kepada para ISP (Internet Service Provider) agar mereka tahu masalah krisis IP yang sedang terjadi dan agar mereka mulai mengimplementasikan IPv6. Kita sebagai pelajar / mahasiswa bertugas untuk lebih mengenal IPv6 agar kita bisa berpartisipasi aktif dalam proses “migrasi” nantinya.
0 Komentar